Rumah Dunia: Inspirasi Sepenuh Hati
Oleh: Midi Hardiani
Setelah mengunjungi Masjid Agung Banten yang bersejarah, daftar tempat yang dikunjungi oleh rombongan komunitas School of Writer selanjutnya adalah “RUMAH DUNIA”. Sebuah taman baca yang didirikan oleh Gola Gong bersama istrinya Tias Tatanka di Komplek Hegar Alam No. 40 Ciloang, Serang, Banten, tepat di halaman belakang rumah Gola Gong di atas tanah seluas 1.000 meter persegi yang terdiri dari perpustakaan, panggung pertunjukan, sekretariat volunteer, toko buku, mushola, toilet, area bermain, dan tentu saja halaman belajar.
Pertama kali menginjakkan kaki di Rumah Dunia atmosfer seni sudah kami rasakan sangat kental menyelimuti siapa saja yang berkunjung. Bagaimana tidak, kedatangan kami pertama kali disambut oleh boneka-boneka jerami yang dipasang di antara jalan masuk menuju rumah dunia, juga tumpukan jerami yang disimpan sembarang guna menambah kesan seni dan penetrasi sosial Rumah Dunia. Di halaman depan, terdapat balai belajar bersama yang dibuat serupa bangunan khas perkampungan lengkap dengan atap rumbai dari daun kelapa, yang pada tiap sisi temboknya ditempel lukisan-lukisan hasil karya seni siswa SD yang ikut dalam lomba melukis Rumah Dunia. Sebuah arena bermain yang terbuat dari bambu-bambu yang disusun tinggi di samping balai belajar, juga menjadi daya tarik kami yang berkunjung.
Rombongan School of Writer yang berangkat dengan satu bus dari Ciputat disambut oleh salah satu murid Gola Gong yang mengikuti kelas menulis Rumah Dunia. Namun karena Sang Guru Menulis (Gola Gong) belum juga tampak, maka kami pun memanfaatkan waktu senggang untuk masuk lebih dalam ke area Rumah Dunia. Sebuah papan nama bertuliskan “Rumah Dunia” terpampang jelas di atas pintu masuk Rumah Dunia. Lalu di bagian dalam Rumah Dunia, kami bisa melihat lebih jelas ‘pabrik’ pencetak para penulis muda itu di sini, sebuah halaman belajar dengan pohon rindang yang di kelilingi oleh panggung pertunjukan, perpustakaan, toko buku, mushola dan sekretariat volunteer membuat kami serasa ingin sekali berlama-lama berada di Rumah Dunia dan bergabung dalam kelas menulisnya. Berbagai koleksi buku-buku serta sobekan-sobekan koran lokal maupun nasional yang memuat tentang Rumah Dunia dan tulisan-tulisan Gola Gong terpampang di antara dinding-dinding perpustakaan. Tak lama setelah saya dan kawan-kawan melihat-lihat lingkungan Rumah Dunia, Gola Gong pun datang menyapa kami dengan ramah, sang ‘Master Literasi’ yang sangat sederhana dan giat memberikan perubahan besar bagi masyarakat dengan menulis.
Bagi saya, ini kali kedua saya bertemu dengan Gola Gong setelah perjumpaan pertama kali saya dengannya di Taman Ismail Marzuki (TIM) dalam acara panggung diskusi sastra, saat itu beliau menjadi pembicara, dan dalam acara tersebut beliau menceritakan sedikit tentang Rumah Dunia, “Rumah Dunia didirikan untuk memberdayakan para anak, remaja dan mahasiswa di sekitar Banten untuk berkarya. Rumah Dunia bukan hanya milik saya, kami, tapi milik kita semua, siapapun boleh datang kesana”. Ungkapnya. Dan saat saya berada di Rumah Dunia ini, saya teringat ungkapan Gola Gong tersebut.
Rumah Dunia memang milik semua orang, salah satunya adalah Endang Rukmana yang menyambut kami di halaman depan. Seorang murid Gola Gong dalam kelas menulis yang dulunya hanya seorang pedagang gorengan yang tak peduli dengan membaca, sastra, apalagi menulis, karena baginya dulu yang terpenting hanyalah bekerja dan bekerja. Namun sejak bertemu Gola Gong dan bergabung dalam kelas menulis, Endang pun perlahan namun pasti berubah menjadi seorang penulis muda yang terkenal, saat ini beberapa bukunya sudah terpampang di toko-toko buku seperti Gramedia dan Mizan, selain itu tulisan-tulisannya pun sudah banyak dimuat di koran-koran lokal dan nasional. Kisah itu Endang ceritakan pada kami yang berada di ruang balai belajar bersama Rumah Dunia bersama Gola Gong dan beberapa volunteer Rumah Dunia. Setelah Endang, beberapa murid Gola Gong lain yang saat ini menjadi volunteer Rumah Dunia pun menceritakan kisah serupa, yang seketika itu juga membuat haru suasana ruang balai belajar bersama bagi kami yang mendengarkan, sebuah kisah para penulis muda yang terlahir dari tangan dingin seorang Gola Gong.
Setelah para volunteer Rumah Dunia berbagi cerita, kini giliran Gola Gong yang berbagi ilmu dan pengalamannya kepada kami. Ia mulai bercerita tentang bagaimana usahanya untuk mewujudkan cita-cita mendirikan Rumah Dunia sebagai wadah literasi bagi masyarakat Banten. Cita-cita yang saat ini tidak hanya masyarakat Banten yang bisa merasakan manfaatnya, namun kami para peserta SOW pun bisa tenggelam dalam samudera literasi yang diciptakan oleh Gola Gong, istri dan rekannya di Rumah Dunia. Saat ini, dalam sepekan saja Rumah Dunia memiliki seabrek agenda literasi yang menarik, antara lain: Wisata Baca dan Dongeng, Wisata Gambar, Wisata Tulis, Bahasa Inggris, Wisata Lakon, Klub Diskusi Rumah Dunia, Crash Program dan Kelas Menulis. Juga ditambah dengan agenda bulanan dan tahunan seperti Jurnal dan Majalah Rumah Dunia, Ekhibisi, Tawuran Seni, dan Writing Camp.
Dalam pemaparannya tersebut, Gola Gong juga memberikan kami pelajaran dasar mengenai menulis, yang dilanjutkan dengan memotivasi kami untuk terus menulis dan menulis. Walaupun singkat, tapi materi itu sangat berarti bagi kami sebagai materi dasar selain materi-materi yang kami dapatkan selama tiga bulan dalam School of Writer. Dan tak hanya Gola Gong yang memberikan materi, murid-murid kelas menulis lainnya yang hadir pada saat itu pun memberikan tips-tipsnya kepada kami tentang mengemas gagasan menjadi karya tulis.
Tentu dibalik kesuksesan yang ada pada Rumah Dunia saat ini tak lain adalah perjuangan tanpa henti seorang Gola Gong. Kekurangan fisik tak menjadikannya patah semangat, itu pula justru yang mengispirasi banyak remaja di Rumah Dunia. Dengan tangan kirinya, Gola Gong tidak saja telah menulis lebih dari 60 buku, ia pun telah melahirkan banyak para wartawan muda, novelis muda, dan penulis-penulis muda lainnya. Hingga saat ini ia terus berkarya dan bergerak untuk literasi bukan saja untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk masyarakat dan lingkungan luas. Semuanya ia lakukan sepenuh hati.
Di penghujung perjalanan SOW kali ini, tidak lengkap rasanya jika tidak mengabadikan momen bersejarah ini dengan kamera di halaman Rumah Dunia bersama Gola Gong dan Istrinya Tias Tatanka. Semoga ada Gola Gong Gola Gong yang lain, dan ada Rumah Dunia Rumah Dunia yang lain yang hadir untuk mencerdaskan anak bangsa dan melestarikan warisan budaya Indonesia. [Peserta SOW, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan]