Cinta yang Seperti Apa Ini?
Oleh:
Najmah
Gadis itu berlari kecil menerobos
garis-garis Kristal bening yang berjatuhan, gerimis di malam hari. Setapak
demi setapak Ia berlari, genangan air tidak Ia hiraukan membasahi kakinya yang
terlihat lelah, dan amat berat seberat nafasnya yang terengah-engah, senada
detak jantungnya yang berdebar cepat melebihi gerak larinya sendiri. Khiwarnya
berkibar, begitupun jilbabnya yang kini kuyup karena guyuran gerimis yang
terasa semakin mengganas.
“Aku harus cepat sampai di halte itu,
tidak boleh… Yahh dia tidak boleh menunggu lama!” batinnya diantara aliran
darah yang terasa beku baginya kini.
Ada seseorang yang menunggunya di
halte itu, dan Ia tidak boleh membuat orang itu menunggu lama, terus… dan Ia
terus berlari.
Di tepi jalan, diantara taman-taman, di
halte. Sesosok laki-laki menunggu, wajahnya gelisah melihat di sekeliling,
harap-harap cemas. Sesekali Ia duduk, sesekali berjalan mondar-mandir, sesekali
memandang bola lampu yang bergoyang terlihat merana, sepi, hening dan sendiri,
seperti dirinya. Lagi-lagi pandanganya menyapu kanan kiri di sekitar, tak
terlihat, tidak ada tanda-tanda kedatangannya, yahh gadis itu. Hanya gerimis
yang seolah-olah membujuk, “pergi saja, berhentilah menunggu, dia tidak akan
menemuimu” ahh hatinya semakin kacau dibuatnya.
Terus berlari… Gadis itu terus berlari
berusaha menerjang gerimis yang kini menjelma menjadi hujan, hujan itu terlalu
menyakitkan baginya kali ini. Basah di sekujur tubuhnya, tak peduli, ia
hanya ingin waktu berhenti sejenak hingga Ia tak membuat seseorang itu menunggu
terlalu lama, karena gadis itu tahu bahwa laki-laki itu sudah pasti menunggu.
Laki-laki itu, manunggu bersama rentetan
hujan yang tak kunjung berhenti. Tapi teguh, Ia tidak boleh beranjak pergi, ada
sesuatu yang harus di sampaikan, “aku harus tetap menunggunya,” batinnya
sebelum akhirnya terdengar langkah dari kejauh..dan Ia melihatnya, sesosok yang
ditunggu.
Gadis itu mendengar bisik sebuah
penantian, mereka hanya terpisah dalam balutan hening ketika keduanya bertatap
muka, hening… tapi gaduh pada hati keduanya, hening yang menyayat.
Masih dengan nafas yang terengah-engah,
dia berusah tenang tanpa berniat merapikan khiwar dan jilbabnya yang sudah
benar-benar lembek itu, dingin menusuk sampai ke tulang terasa setelah gadis
itu diam. Tapi tidak lagi setelah tiba-tiba laki-laki yang kini Ia tidak sedang
menunggu lagi memakaikan jaket tebalnya kepada si gadis, nyaman.
Mereka pun duduk di kursi halte yang
rasanya ikut mendingin karena hujan, Masih hening…
Dan semakin terasa hening ketika kedua
mata itu beradu,, mata laki-laki itu menatap si gadis tajam, tapi layu.
hening… tapi sesaat kemudian…
“Apa kamu benar-benar mencintaiku,”
tanya laki-laki itu tiba-tiba, hati gadis itu kini nyata semakin gaduh.
“Kamu bertanya dengan pertanyaan seperti
itu kepada orang yang jelas kamu sudah tahu, bahwa orang itu mencintai kamu?”
Tanya balik gadis yang berawakan tidak lebih dari selengan laki-laki itu.
“Aku hanya ingin memastikan”
“Lalu? ”
“Aku ingin kamu tidak seperti itu, aku
nggak mau kamu mencintaiku ” Mata gadis itu pun mulai berkaca-kaca.
“Kenapa?, apa kamu berhak atas
perasaanku, sedang kamu tau, bukan aku yang menghadirkannya?”
“Aku nggak mau kamu sakit, Bintang…”
bintang nama gadis itu.
“Kenapa aku sakit? Apa yang kamu perbuat
hingga kamu yakin aku akan sakit?” gadis itu tertunduk menyembunyikan air
matanya yang kini mencurah.Tapi tak ada yang bisa tertutupi.
“Please, jangan menangis, apalagi hanya
karena aku,”
“Bukan itu Titan, aku menangis karena
kau menyuruhku untuk tidak adil dengan perasaanku,” Titan, Bintang pun
menyebutkan nama laki-laki yang kini membuat hatinya teriris.
“Tapi nggak mungkin buat aku nyakitin
kamu lebih dari ini Bintang, kamu tau aku sudah ada wanita dalam kehidupan aku,
dan aku nggak mungkin ninggalin dia” ada gurat rasa bersalah di wajah Titan.
“Yah aku tau tan, akupun nggak bermaksud
ingin memilikimu dengan perasaan ini, cukup hanya untuk di kabarkan,”
“Dan aku juga sayang sama kamu bintang,”
aku Titan tiba-tiba.
“Dan aku hanya ingin kamu ada ketika aku
butuh ada kamu disampingku” ucap bintang tegar kini.Meski rasanya ada yang
salah dalam ucapannya.
Hening sesaat… angin malam ini semakin
menusuk tulang,
“Tidak mungkin seorang imam, memimpin
sholat di dua masjid berbeda dalam waktu bersamaan, Bintang…” Ucap laki-laki
itu, ada sedikit tekanan dalam kata-katanya.
Hanya diam, gadis itu kini terus mencari
kebenaran hatinya,
”Kenapa jadi seperti ini?, cinta seperti
apa ini?? Kenapa aku seperti hamba yang bodoh?, mengemis cinta kepada hamba
yang jelas tidak tahu arti kebesaran cinta, sungguh bodoh sampai-sampai aku
berharap waktu berhenti agar Ia tidak menunggu lama, membiarkan khiwar dan
jilbab ku yang seharusnya menjadi tanda kecintaanku terhadapnya-Nya, aku
biarkan basah tak terjaga seperti ini, menerobos hujan lagi-lagi hanya karena
tidak ingin membuat dia menununggu lama, seharusnya aku memelihara anugerah
cinta ini, bukan untuk di hambur-hamburkan tak jelas seperti ini, aku yakin
akan lebih indah ketika dia tidak tau, dan biarkan garis takdir tuhan yang
berbicara, salah ku.. padahal Allah sudah menyediakan cinta yang tiada tara,
yaitu Cinta-Nya dan cinta ku bersama orang-orang yang hanya mengharapkan cinta
yang atas karena keridhoan-Nya, Ya Robi fagfirli..
Hening..untuk yang tak terhitung
kalinya, hingga kini seorang Bintang pun sendiri, berteman gerimis yang
menyisahkan luka, dera, kecewa… air mata dan doa kini menjadi satu, berharap
Allah mendekapnya lebih erat, cinta seperti apalagi kah yang ku cari, jika
Cinta-Nya lebih membuat ku bahagia?